Kalau percaya dibumi ini segalanya berpasangan, maka kepercayaan alami ini mampu bicara banyak. Terutama soal pentingnya mengendalikan diri. Kalau pemarah tentunya ada pilihan menjadi penyabar. Takarannya pasti sama. Tinggal mau pilih yang mana, kita diberi kekuasaan penuh untuk memilih. Ini tersurat dalam kitab suci.
Hukum Kausalitas
Setelah itu kita juga tahu ada hukum kausalitas. Hukum yang menghubungkan sebab dan akibat dari satu, dua atau lebih dalam peristiwa sejarah. Sederhananya kalau ada akibat tentu saja karena ada sebab. Kata peribahasa "tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api". Dan sejarah terkait erat dengan pelaku sejarah, seorang pribadi, aku kecil, yang tidak mungkin terlepas dari hukum sebab akibat.
Disinilah sebenarnya drama kehidupan itu terjadi. Ketika seseorang melakukan sesuatu dia sebenarnya tahu apa yang akan terjadi kemudian. Siap atau tidak dia akan menghadapi itu. Keyakinan tidak ujug-ujug stabil, tapi mengalami proses panjang seperti halnya penciptaan. Sebab keyakinan juga sebuah penciptaan.
Sekelas filsuf plato yang hidup di abad ke empat sebelum masehi seolah pasrah kalau kita, binatang menyusui ini, adalah terdiri dari gabungan jiwa dan raga dalam persekutuan yang tidak bahagia. Apakah itu artinya tubuh juga kerap tak mengikuti jiwa hanya mengikuti keinginan tubuh? Sebab jiwa, sambung plato, bersifat abadi dan transenden atau luar biasa serta memiliki pengetahuan bawaan (idea) sejak lahir. Adapun jasad selalu temporal dan profan atau tidak kudus dan tercemar.
Apakah plato sedang bicara tentang, "Kemudian apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan rohku kepadanya" ?
Kadang kita memang harus melakukan perjalanan yang tolol. Barangkali seperti menunggu godot. Atau sang petualang yang piawai menaklukan semua samudra dan berbagai benua namun tak pernah puas. Ingin mendapat puja puji hingga menjadi terkenal pun ternyata ada puncaknya, meredup dan berubah jadi kehampaan. Kita sepertinya disengaja untuk mengalami akibat dulu sebelum akhirnya kita punya cara untuk hidup dengan bijak. Biar jiwa raga kompak bahagia.
Musafir Spiritual
Perjalanan spiritual manusia tidak seperti malaikat yang lurus-lurus saja. Dan juga tidak seperti setan yang taat dalam kesalahan. Kedua makhluk itu telah menjadi variabel dalam diri manusia. Bedanya kalau malaikat serba putih, punya sayap dan lingkaran di kepalanya. Sedang setan punya sepasang tanduk, boleh pakai sayap tapi mirip sayap kelelawar, kemerah-merahn seperti api biar agak serem dikit.
Lengkap sudah tuhan melakukan pembekalan kepada khalifahnya ini untuk melakukan perjalanan sebagai musafir. Tidak perlu membawa ransel besar. Semua peralatan sudah include di seluruh badannya. Kalau tidak lengkap mana mungkin malaikat dan setan ikut nebeng. Kelihatan ya, malaikat dan setan memang butuh material, tapi enggan ke toko bahan bangunan. Dasar ghaib.
Tapi Ludwig Feuerbach, filsuf Jerman yang mendukung bahan bangunan ,eh materialisme, tidak percaya adanya alam ghaib. Dia mengatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Kemudian dia menambahkan, pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material.
Tapi, mang, pan bangunan juga terbuat dari interaksi bata, pasir dan semen. Belum lagi kalau atapnya dari seng. Ditambah pula pintu dan jendelanya yang dari kayu.
Ludwig Feuerbach tidak mau menjawab pernyataan abah animasi dari kampung cipanya itu, sebab Ludwig Feuerbach sudah punya dinasti faham materialisme bernama eyang Epikuros dan sudah dikembangkan eyang Demokritos dan Lucretius Carus. Apalagi di masa pencerahan Prancis, La Mettrie seorang dokter dan filsuf Prancis ikut-ikutan menyamakan diri dengan membuat buku terkenal berjudul L'homme machine (manusia mesin) dan L'homme plante (manusia tumbuhan).
Di masa pencerahan mereka seperti itu? Jangan dulu istighfar, masih di Prancis seorang Baron d'Holbach mengemukakan materialisme ateisme, yang tidak mengakui adanya Tuhan secara mutlak. Jiwa sebetulnya sama dengan fungsi-fungsi otak kata Baron.
Baru pada abad 19 Ludwig Feuerbach nongol ditemani Moleschott, Buchner, dan Haeckel. Merekalah terus mengusung keberadaan materialisme. Kita boleh istighfar tapi kenyataannya eropa sudah dicap negara maju sampai sekarang ketika generasi Indonesia sudah punya gen Z. Generasi yang wara wiri di dunia digital internet yang diciptakan eropa dan amerika.
Musafir Dusta
Jangan menyuruhku menatap langit
bintang-bintang telah usai bercahaya
meninggalkan coretan usang, belantara tak terduga
Aku terjebak di tata surya
begitu banyak matahari memapahku menjadi musafir
menahan harapan yang kering dan berbau anyir
Kenapa aku menunggu dusta yang berloncatan dari bintang ke bintang
Di bumi inilah langitku, dengan kuas warna warni alam semesta
Mencoba mencoretkan dusta yang membisu
30 Maret 2012
Comments