Skip to main content

Aku Lelah, Puisi Dari Diary Seseorang


Kalau ada yang berkata-kata dengan kalimat yang indah atau menyentuh, maka akan dikomentari puitis. Lalu banyak lagu dengan kalimat biasa hanya sekedar mengungkapkan perasaan atau kejadian, karena diberi aransemen musik yang pas, lagu itu jadi bisa menyentuh banyak orang. Tapi lagu itu tidak disebut puitis.

Jadi istilah puitis seperti diperuntukan hanya untuk susunan kalimat yang tidak ditimpali apapun. Mungkin karena kalimat itu ingin didengar masih orisinal dari pabriknya di dalam diri seseorang. Padahal bisa saja itu hanya sebuah letupan, bahkan terjadi di bawah sadar orang itu. Bagi yang suka menulis puisi keadaan seperti ini kerak kali terjadi. Kalau tidak segera dituliskan, rada susah untuk digali lagi ketika mau menyusunnya menjadi sebuah puisi.

Begitulah puisi, bukan saja pantas menjadi tumpahan emosi, bahkan kemarahan bisa menjadi amunisi untuk membuatnya berasa. Greget dan punya ruh. Tak jarang menikam dan membara seperti pertempuran. Puisi-puisi seperti ini kerapkali representatif dan dipergunakan untuk berjuang. Kalau kemudian itu dikemas dalam tema yang pribadi. Maka hanya satu kesimpulan. Penulis puisi juga manusia. 

Trance
Apakah pantas keadaan personal seorang penulis puisi diistilahkan sebagai keadaan trance. Kalau menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia trance memang bisa diartikan kondisi kerasukan. Seram kan? Karena kerasukan dalam benak kebanyakan kita tentu berkonotasi negatif.

Tapi bukankah kita sering juga mendapatkan kondisi ceria atau malah sedih dengan alasan yang tidak jelas. Atau yang lebih dalam kita juga sering dalam kondisi ingin menambah rokaat sholat karena sedang kondisi nikmat.

Kondisi trance nampaknya tidak selalu harus ada pemicunya. Dan kalaupun dipicu bisa juga bukan karena hal yang negatif, melainkan bisa juga lantaran sesuatu yang positif. Atau sesuatu yang positif tidak tertahankan untuk diungkap bukan pada waktunya.

Ketidakjelasan kondisi emosional seorang penulis puisi menjadi progres ketika sang penulis puisi tidak berhenti untuk terus menggali. Mengikuti istilah kalau kita hidup di dunia ini hanya sebagai musafir agar bertemu dengan jati diri.

Karena menulis puisi tidak semata menghibur biarpun keberadaannya lekat dengan dunia hiburan. Meski para musisi dunia menyanyikan syair atau puisi dalam konser yang megah, sampai saat ini belum ada pagelaran semahal itu untuk pembacaan puisi.

Puisi Punya Marwah Sendiri 
Mantra yang dikenal sebagai puisi tertua di Indonesi seperti yang kita ketahui  asalnya merupakan tradisi weda di India yang dipraktikan sehari-hari oleh agama Budha. Selain mantra yang termasuk puisi tertua itu adalah syair. Bahasa Al-quran terbukti sebagai syair terindah yang tak terkalahkan di jaman Rosululloh saw.

Jadi puisi sebenarnya lekat dengan pesan perenungan atawa kontemplasi, pendekatan kepada tuhan. Mungkin ada seorang pribadi yang bisa melakukan kontemplasi di tengah keramaian. Tapi yang jelas dia tidak mungkin mengadakan konser untuk merenung. Kalau puisi diyakini punya marwah seperti itu, kita agak geli kalau ada lomba puisi, karena puisi sejatinya bukan untuk mendapatkan piala sesaat. Puisi merupakan prestasi luhur dari perenungan. 

Sebuah puisi akan kehilangan tuahnya kalau bertujuan hanya untuk mendapatkan niai dari beberapa orang juri. Prestasinya  akan bonsai. Kalau cikal bakalnya adalah syair dan mantra, maka puisi bisa mendapatkan prestasi lebih dari sekedar piala. Puisi bisa mendapatkan prestasi yang lebih luas, bukan terkenal karena sebagai juara 1.

Walaupun puisi  bisa saja hanya pengisi halaman-halaman kosong sebuah diary seseorang, seperti puisi di bawah ini,


Aku Lelah
Aku lelah menahanmu dalam rindu yang mencekam
kau seperti meteor,
melumat seluruh rindu menjadi segumpal debu

Aku lelah dengan cinta yang menikam
kau seperti belati
menyobek cinta menjadi seonggok nafsu

Aku lelah dalan rindu dan cinta yang menjadi bisu




Comments

Popular posts from this blog

Keyword Facebook Pro dan Tiktok Afiliate

Semua platform sepertinya tidak jauh berbeda. Urusan cari uang di medsos tentu jadi mendadak seleb, kebanyakan pikiran kotor, ingin cari uang secara gampang. Jadi mirip korupsi juga, lumayan makan energi, denyut jantung sudah dipastikan berada di atas rata-rata. Mabuk harta memang nadanya jedak jeduk, mengimbangi pusing pala berbi. Tapi itu awalnya saja, setelah itu jantung tenang. Karena mulai terbiasa. Jantung mulai beradaptasi dengan nutrisi tidak sehat, tidak meronta lagi. Mungkin jadi imun dari perasaan dosa. Penumpukan racun seperti itu sama saja dengan membuat cerita tua kita seru dengan penyakit jantung. Akibat sudah sering memaksa jantung bekerja dalam suasana was-was. Jadi kalau mau aktif di medsos seperti orang korupsi seperti itu sah sah saja. Ingin limpahan uang secara gampang tidak ada yg melarang. Toh di dunia yang penuh hak azasi ini segala hal bisa jadi komoditi.    Muter dulu Sempat bertanya ga, mengapa semakin orang ngerti dan mampu membeli makanan empa...

Sajadah2

Masa kita masih ga pede kalau tuhan sudah mememerintahkan supaya malaikat sujud kepada adam? Apa sekarang perintah itu ditarik lagi, karena adam akhirnya melanggar lalu terusir dari surga aden? Yang disuruh sujud malaikat bro, makhluk yang sudah diwisuda taat tanpa sarat kepada tuhan. Sejak sk itu dikeluarkan harus taat juga sama manusia. Kan ga perlu ada tembusan surat ke kita, adam sudah secara simbolik mendapat penghargaan itu. Apa itu Malaikat Biar keren disclaimer dulu soal pengertian malalaikat bersama bintang tamu Meta AI. Ini hanya sejumput dialog di wa dengannya. [27/12 20.45] abah animasi: Ada ungkapan berupa sumpah tuhan dalam Al-Quran yang bunyinya: Demi malaikat yang menjaga. Malaikat memang gaib tapi tentu bukan makhluk bersayap dengan lingkaran di atas kepalanya.  Melainkan punya arti yang jelas dan sederhana. Contohnya kalau kita lempar sebuah benda ke atas, maka benda itu akan kembali ke bawah. Tidak mencelat ke luar angkasa. Ada yang menjaganya yang kemudian kita...

Hasil Pilkada 2024

Pilkada 2024 lenggang, partisipasi masyarakat hanya 68%. Lumayan jomplang sama pemilu presiden yang 80%.  Krisis Demokrasi Waktu pilpres 9 bulan sebelum pilkada serentak emang seru, saking serunya ada yang berteriak money politic makin brutal. Karena susah dibuktikan, lalu ditangkis dengan ledekan, kalau demokrasi akan berhasil saat rakyat Indonesia sudah sejahtera. Jadi maksudnya suara rakyat yang suara tuhan itu ga bisa ditukar sembako? Masa? Kalau rakyat sebel gimana? 9 bulan yang lalu di pilpres saling banting di dipilkada tiba-tiba saling kerling. Malah pegangan tangan bak orang pacaran. Semuanya serba mungkin seh. Sistem demokrasi dibela-belain juga bukan budaya kita. Tapi mau apa lagi kalau sistem demokrasi sudah dianggap budaya modern. Budaya adiluhung paling ideal. Budaya negeri paman sam. Si mang yang duluan mendarat di bulan, yang sekarang sedang mengincar mars. Yang dari dulu berteriak liberti, sampai bikin patungnya segala. Kalau masih mau monarki harus jadi raja minya...