Bagaimana kalau sandiwara kehidupan dunia ini ternyata melulu sebuah gerakan cinta? Bagaimana kalau semua bencana di bumi kita ini dilakukan dengan cinta?
Bukankah yang meninggal karena bencana itu masuk surga?
Gerakan Cinta
Lalu mengapa kita puas kalau bencana itu dijatuhkan ke tempat yang kita sebut tempat maksiat? Dengan garang kita sepakat mengatakan kalau itu azab.
Kalau semua kehidupan ini gerakan cinta mengapa kita sejahat itu menghakimi setiap kejadian sesuai dengan keinginan kita? Sudah jadi milik kita sendiri kah kebenaran itu ?
Atau kita memang harus seperti binatang dulu, setelah kebelet nafsu lalu tumpah, baru bisa membedakan, mana nafsu mana cinta? Ah, mungkin cinta dan nafsu dalam labirin yang sama.
Cinta menurut Paul Johannes Tillich seorang teolog Jerman Amerika, merupakan suatu hal yang berkuasa. Cinta layaknya sebuah motor utama yang menggerakkan roda kehidupan nyata.
Biar keren aja kan, bawa-bawa teolog bule. Padahal udah nongol dalam kitab suci Pentateukh dari Septuaginta udah di tengah musa dan firaun pada abad 12 SM. Atau yang anyaran dan menyempurnakannya Al-Quran.
Kitab-kitab ini jelas bukan bercerita kisah cinta Natasha Romanoff dan Dr. Bruce Banner dalam film Avengers. Tapi inplisit tentang cinta Sang Maha Cinta.
Cinta lebih tua dari zaman dinosaurus. Bahkan lebih duluan dari kejadian bigbang. Alam semesta ga tumbuh kalau bukan dengan cinta. Cinta yang ga tanggung keknya.
Bayangkan kalau dinosaurus ga dibombardir meteor sampai musnah. Apa kita mau ngurus hewan-hewan jumbo itu demi ramah lingkungan ? Dengan jumlah penduduk dunia di tahun 2024 yang 8,2 miliar ini saja kita rewel.
Kelabakan dengan pemanasan global, Resesi ekonomilah, kekurangan sandang panganlah. Anehnya masih ada yang tetap gila membuat senjata pemusnah masal.
Tukeran dong biaya pembuatan senjata itu sama biaya bikin sawah masal untuk lumbung pangan internasional. Biar penduduk bumi ga kekurangan beras.
Karena nanggung kalo cinta damai model gitu, mirip orang pacaran. Awalnya mirip surga aden kek adam dan hawa. Lalu tergelincir menikmati buah khuldi.
Sejarah Cinta
Karena setelah mereka menikmati buah larangan itu. Mereka harus menutupi auratnya dengan dedaunan.
Cem mana manusia yang busananya masih pake daun?
Tapi mungkin itu sejarah cinta bani adam ini. Prosesnya harus beranak pinak dulu, harus termehek-mehek dulu. Ga kek binatang, begitu pengen, jos aja. Peduli apa mau jadi anak atau sekedar mengikuti panggilan alam.
Angat-angat tai ayam, kata orang. Karena cinta ketuker dulu sama nafsu. Ga tahu kenapa yg tumbuh dari tanah bawaannya nafsu. Matre banget mirip bahan bangunan.
Mungkin karena bisa lapuk dan kembali ke tanah. Jadi aji mungpung ngumbar nafsu dulu sebelum jadi tanah lagi.
Celakanya memang ada dalil ancaman siksa kubur ketimbang jiwa yang tersiksa. Alih-alih pada berhenti mengumbar nafsu malah takut kalau lewat kuburan.
Orang-orang sholeh yang dikubur mana mau iseng nakut-nakutin orang yang lewat kuburan. Apalagi para pengumbar nafsu yang sedang disiksa, sibuk bro.
Begitulah kalau kita sedang diperjalanan. Macem melakukan konsolidasi antara segala hal yang tumbuh dan ditemukan diri kita dengan keadaan sekitar.
Kadang kita kebanyakan suudzon atau apalah namanya kalau kita membesar-besarkan masalah. Itu pan kreativitas juga. Kreativitas ga selalu menciptakan hal positif. Kadang yang lebih cepat pengaruhnya hal-hal negatif.
Coba apa untungnya orang mati digosipin macem-macem? Tapi ngobrol dengan tema horor seperti ini kan menggairahkan. Mana mau orang melakukan investigasi, mencari fakta kebenarannya, kalau lagi sama-sama membual.
Imajinasi kita sudah liar walaupun ga disuruh nabrak logika. Meski kita sudah mampu membelah atom, tapi lebih penasaran sama dedemit dari kuburan.
Lebih terperangah dengan cerita horor ketimbang menghayalkan betapa horornya proses fisi nuklir. Padahal tabrakan-tabrakan atom itu sama juga ghoib. Tapi nyata sudah meluluh lantakan Hirosima dan Nagasaki.
Mungkin karena melihat atom harus pakai mikroskop elektron supersteam yang harganya sekitar 77 miliar. Mending bikin cerita dedemit yang bisa dikarang tanpa menghitung duit. Paling rugi beli karcis nonton film horor. Biar tambah seru.
Jadi tidak salah kalau kita bicara cinta rasanya selalu berlendir. Kita kudu dibodoh-bodohi dulu oleh nafsu. Kudu percaya dulu dengan pemikiran, kalau segala sesuatu yang tidak menempati ruang dan waktu itu tidak ada.
Yang ada mungkin cuma nafsu. Makanya diberi tsunami biar jelas kalau nikmatnya cinta bukan hanya dibelai-belai, tapi dijambak agar tidak mampus ketabrak.
Karena adam dan hawa juga harus tergelincir dulu menikmati buah khuldi. Setelah itu mereka berdua harus berpisah mengadakan perjalanan berbeda arah.
Sangat unik, karena cinta mereka melanggar aturan dan dalam naungan cinta pelanggaran mereka dimaafkan.
Cinta Sejati
Jangan-jangan bener ga ada manusia yang sempurna. Karena yang sampoerna mah merk rokok. Kalau hidup manusia itu diyakini sebagai perjalanan, Ya iyalah ga akan ada yang sempurna. Masih pada diperjalanan.
Jadi percuma ngaku-ngaku ga sempurna. Udah pada tahu. Jadi ketahuan kita sedang pura-pura merendah padahal sedang jumawa. Bangga di perjalanan ini kita sudah banyak pencapaian.
Kecintaan seperti itu tentu nikmatnya sekejap karena repot harus mendaki lagi. Atau malah sedang galau-galaunya dengan cinta. Ga yakin dengan segala hal hingga nekad, kalau tuhan hanya dipakai tempat curhat di tempat sujud ? Yang penting punya pencapaian.
Nah kek gitu kan kalau kita bicara cinta? Yang penting ada dagingnya dulu. Biar bisa meraba dan merasa. Karena cinta kata orang harus integral, ga bisa hanya dari sepotong daging. Dia tetap sebuah pengembaraan beragam bagian daging.
Tapi tentu bukan cari daging yang lain, yang lebih kenyal dan menggairahkan. Cinta dari situ amat dibatasi usia kecuali pake viagra. Masa ga paham juga dengan cinta yang beringas macam tsunami atau gunung meletus?
Bukan sadis kalau kita menarik dengan kasar orang yang kita cintai dari ketabrak mobil.
Tapi sombong juga musti menjelma dulu. Biar bisa dikonsolidasi. Masa mau mengkonsolidasi barang yang ghoib. Kalau sekedar teori bahwa kesombongan itu milik tuhan, ya masih ghoib, masih ngayal.
Rasakan dulu bagaimana megahnya kesombongan itu, biar kerasa sakitnya kalau memakai pakaian bukan milik kita. Dicaci maki disebut bangsat baru asek.
Maha Cinta
Ada keindahan di setiap perjalanan
Ada nada dalam tiap langkah
Ada penantian dalam detik
Maka ikutlah menari bersama angin,
karena matahari bagai lampu sorot pentas dunia
Dan kita dewa-dewi dalam lakon maha cinta
23 Desember 2012
Comments