Tulisan ini di publis saat Ganjar Pranowo dikecam sebagian publik terutama netizen karena menolak timnas sepakbola dari Israel untuk ikut kejuaraan dunia U-20 di Indonesia. Ganjar adalah kader PDI Perjuangan yang sekarang menjadi gubernur Jawa Tengah. Suami dari Siti Atiqoh Supriyanti ini adalah bakal calon presiden Indonesia dengan elektabilitas tertinggi menurut beberapa lembaga survey yang kredible.
Selain Ganjar Pranowo sebagai gubernur provinsi Jawa Tengah, I Wayan Koster gubernur provinsi Bali pun sama menolak keikutsertaan timnas Israel ikut kejuaraan dunia sepakbola U-20.
Sebelum mereka beberapa kalangan masyarakat juga ada yang menyuarakan penolakan yang sama. Tercatat di media kompas antara lain : PDI P, PKS, PAN, MUI, BDS Indonesia, MER-C, KNPI, Persaudaraan Alumni 212. Lalu ketika akhirnya FIFA memutuskan mencabut kepanitian Indonesia dari piala sepakbola dunia usia 20, kedua gubernur itu dituding sebagai salahsatu penyebabnya.
Bila sudah digoreng oleh situasi politik, apalagi di tahun politik, maka semuanya menjadi bias. Cita-cita Indonesia merdeka dan amanat UUD 45 hanya jadi penghias bangunan kebangsaan. Sportivitas FIFA sebagai lembaga tertinggi sepakbola dunia sepertinya lebih megah dari cita-cita kemanusiaan kita sebagai bangsa yang merdeka.
Ketika kita lugu memisahkan kepentingan olahraga dengan politik. Mereka sudah lama mengubah mantra hegemoni dengan label sportivitas. Lalu dengan gagah mereka tempelkan label itu dikening bangsa yang sedang semena-mena menduduki tanah bangsa lain. Ketika mereka menjajah, kita sudah disihir jadi orang bodoh karena mau diadu domba. Ketika mereka pintar, kita sudah sadar kalau VOC sudah berubah nama jadi WTO.
Pandemi seperti ini mirip kesurupan masal. Bedanya kita bukan kesurupan oleh penghuni batu atau pohon besar, tapi oleh globalisasi dan teknologi yang mereka kuasai. Minuman itulah yang mereka suguhkan. Bukan kopi pahit agar roh jahat yang sedang menguasai kita kabur dahaganya.
Kita sekarang menunggu apakah mereka mampu menggali kuburan kemanusiaan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi canggih yang mereka temukan. Atau ilmu pengetahuan dan teknologi itu hanya di transfer sebagai dewa ke negeri seperti kita. Agar kita tetap ada di dunia tahayul.
Kita menunggu apakah FIFA bisa bermain fairplay. Atau tetap pongah sebagai lembaga olahraga yang berotot sehingga sixpack seperti WTO.
Seandainya itu yang terjadi kita ingin mengingatkannya dengan beberarapa cukilan pidato presiden Jokowi yang disampaikan di depan para pemimpin ASEAN dan Uni Eropa, saat memberikan sambutan KTT Peringatan 45 Tahun ASEAN-Uni Eropa di Justus Lipsius Atrium, Brussels:
"Banyak perbedaan yang harus kita selesaikan".
"jika ASEAN dan Uni Eropa ingin membangun sebuah kemitraan yang baik, maka kemitraan harus didasarkan pada kesetaraan, tidak boleh ada pemaksaan".
"Tidak boleh lagi ada pihak yang selalu mendikte dan beranggapan bahwa my standard is better than yours".
"Dari pandemi dan krisis multidimensi yang kita hadapi saat ini, kita petik pelajaran penting bahwa tumbuh dan makmur bersama adalah satu-satunya pilihan. Kita tidak hanya harus maju bersama, namun juga harus maju setara".
Atau kita bacakan kembali puisi bapak pendiri bangsa ini, dari bukunya yang berjudul: Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat
Kami Bukan Bangsa yang Pandir
Ada sebabnya aku mengadakan perlawatan ini
aku ingin agar Indonesia dikenal orang
Aku ingin memperlihatkan kepada dunia
bagaimana rupa orang Indonesia
Aku ingin menyampaikan kepada dunia
bahwa kami bukan “Bangsa yang Pandir”
seperti orang Belanda berulang-ulang
mengatakan kepada kami
Bahwa kami bukan lagi
“Inlander goblok hanya baik untuk diludahi”
seperti Belanda mengatakan kepada kami berkali-kali
Bahwa kami bukan lagi
penduduk kelas kambing yang berjalan
menyuruk-nyuruk dengan memakai sarung dan ikat kepala
merangkak-rangkak seperti yang dikehendaki
oleh majikan-majikan kolonial di masa silam
Comments