Yang menarik dari puisi karya Chairil Anwar
adalah kekuatan dari setiap kata yang dia tulis. Mungkin sebelum lahir haiku, sajak-sajak kecil ala jepang, Chairil Anwar telah menguasai kekuatan rasa
yang bergelora hanya dengan mewakilkannya dalam sebuah kalimat pendek atau bahkan dalam sebuah kata. Puisi menjadi tidak
berpanjang-panjang, tapi pendek dan sarat dengan interpretasi yang menajam.
Bagaimana kalau Chairil Anwar tanpa rokok
Penyair yang perokok berat ini seakan sudah menjangkau Indonesia modern saat dia harus hidup di masa pendudukan jepang lalu malang melintang di Indonesia yang baru merdeka. Dengan sebatang rokok di bibir dan alis tertaut, pandangannya tajam ke depan. Di kepalanya berbait-bait puisi siap melabrak segala belenggu untuk mengajak siapapun menjangkau kemerdekaan.
Dia jelas ingin menekankan pentingnya sebuah
kebebasan dalam menulis puisi yang di jamannya banyak sekali
keterbatasan-keterbatasan. Waktu itu jagat puisi Indonesia sangat didominasi gaya puisi pujangga baru yang mementingkan permainan rima, penulisan puisi dengan pengulangan bunyi yang sama. Sehingga sangat kental dipengaruhi bentuk-bentuk syair dan pantun melayu.
Oleh karena itu ketika pada tahun 1943 Chairil anwar memperkenalkan puisi-puisinya kepada HB jassin, yang waktu itu bekerja di penerbitan pujangga baru. Penerbit tidak mau mempublikasikan puisi-puisi karya chairil anwar, meskipun HB Jassin sendiri mengagumi puisi-puisi itu.
Bersama Chairil Anwar menulis sajak menjadi milik setiap
kalangan. Bisa berteriak, menangis, mengeluh, bahkan meringkik genit. Dia selalu saja optimis dengan gagasannya ini, seperti pesannya dalam sebuah puisi berjudul Kepada Kawan, "Pilih kuda yang paling liar, pacu laju!" Maka ketika revolusi kemerdekaan terjadi, puisi-puisi chairil anwar seperti menemukan momentumnya.
Pelopor Angkatan 45
HB Jassin menyebut Chairil Anwar sebagai pelopor angkatan 45. angkatan yang lebih berani dan bebas dalam mengungkapkan perasaan mereka dengan puisi. Ketika Indonesia menapaki kemerdekaan, kebebasan harus diberi ruh dalam setiap dimensinya, kendatipun resikonya harus
berkelahi dengan para oportunis yang siap menjadikan para seniman sebagai kuda
tunggangan menuju tahta.
Idealisme chairil anwar ini jelas kentara sejak sikapnya menolak bergabung dengan seniman lain di Keimin Bunka Shidoso, pusat kebudayaan di masa pendudukan jepang yang didirikan tanggal 1 April 1943. Bagi Chairil Anwar pusat kebudayaan itu hanyalah bagian dari propaganda pro jepang.
Chairil lahir di medan, Sumatra Utara 26 Juli 1922 dan meninggal di usia muda 26 tahun, di Jakarta tanggal 28 April 1949. Beliau dikebumikan di dipemakaman umum karet. Hari wafatnya diperingati sebagai Hari Puisi Nasional.
Kita tentu tidak hanya mengapresiasi karya-karyanya. Melainkan juga pada semangat belajar dan konsistensi Chairil Anwar pada dunia menulis puisi. Meski beliau hanya sekolah sampai kelas 2 MULO, sekolah tingkat SLTP di masa itu, tapi semangat belajarnya tetap berkobar.
Secara otodidak Chairil Anwar belajar bahasa Inggris, Belanda dan Jerman. Sehingga dia bisa mempelajari dan mengartikan karya sastra asing. Literatur-literatur dunia yang dia baca membuat kebebasan menjadi kemasan miliknya yang yang terpaket dalam setiap puisinya.
Buku kumpulan puisi Chairil anwar
Puisi-puisi Chairil Anwar dikumpulkan dalam 3 judul buku, yaitu
1. Deru Campur Debu
Buku ini diterbitakan pertama kali tahun 1949 oleh Penerbit Pembangunan. Kemudian dicetak
kembali oleh PT. DIAN RAKYAT. Cetakan pertama 1987, cetakan kedua 1991. Buku ini berisi 28 puisi.
3.
Selamat tinggal 12 Juli 1943
4.
Orang berdua 8 Januari 1946
6. D o a 13 November
1943
7.
I s a 12 November 1943
8.
Kepada peminta-minta Juni 1943
10.Sajak putih 18 Januari 1944
11.Kawanku
dan aku 5 Juni 1943
12.Kepada
kawan 30 November 1946
13.Sebuah
kamar 1946
14.Lagu Siul 28 November 1945
15.Malam di
pegunungan 1947
16.Catetan
th. 1946 1946
17.Nocturno 1946
18.Kepada
pelukis Affandi 1946
19.Buat
album D.S. 1946
20.Cerita
buat Dien Tamaela 1946
21.Penerimaan Maret 1943
22.Kepada
penyair Bohang 1945
23.Senja di
pelabuhan kecil 1946
24.Kabar
dari laut 1946
25.Tuti
Artic 1947
26.Sorga 25 Pebruari 1947
27.Cintaku
jauh di pulau 1946
28.Tulisan
Chairil Anwar
2. Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang
Putus.
Buku ini terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama berisi 32 puisi
dan bagian kedua berisi 11 puisi. Diterbitkan pertama kali tahun 1949 oleh penerbit Pustaka Rakjat.
Bagian pertama:
1.
Nisan Oktober 1942
2.
Penghidupan Desember 1942
3.
Diponegoro Februari 1943
4.
Tak Sepadan
5.
Sia-Sia Februari 1943
6.
Pelarian Februari 1943
7.
Sendiri Februari 1943
8.
Suara Malam
9.
Semangat Maret 1943
10.Hukum Maret 1943
11.Taman
12.Lagu Biasa
13.Kupu Malam
dan Biniku
14.Penerimaan
15.Kesabaran
16.Ajakan
17.Kenangan
18.Hampa
19.Perhitungan
20.Rumahku
21.Kawanku dan
Aku
22.Di Mesjid
23.Aku
24.Cerita
25.Bercerai
26.Selamat
Tinggal
27.Dendam
28.Merdeka
29.Kita Guyah
lemah
30."?"
31.Mulutmu
Mencubit Mulutku
32.Kepada
Peminta-minta
Bagian kedua
1.
Fragmen
2.
Malam
3.
Krawang-Bekasi
4.
Persetujuan dengan Bung Karno
5.
Sudah Dulu Lagi
6.
Ina Mia
7.
Perajurit Jaga Malam
8.
Buat Gadis Rasid
9.
Puncak
10.Yang
Terempas dan yang Putus
11.Derai-derai
Cemara
3. Tiga Menguak Takdir.
Buku ini bekerjasama dengan Rivai Avin dan
Asrul Sani. Berisi 10 puisi karya Chairil Anwar, 9 puisi karya Rivai Avin dan 8 judul puisi karya Asrul Sani. Diterbitkan tahun 1950 oleh penerbit Balai Pustaka. Buku ini sudah ditermahkan dalam bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol.
1. Catetan Tahun 1946
2. Cerita Buat
Dien Tamaela 1946
3. Cintaku Jauh
di Pulau 1946
4. Derai-Derai
Cemara 1949
5. Krawang-Bekasi 1948
6. Sajak Buat Basuki Resobowo
7. Senja di Pelabuhan Kecil
8. Sajak Putih
9. Prajurit Jaga Malam
10. Yang Terampas dan Yang Luput
Comments