Ki Bewok tahu-tahu yakin adanya setan dan malaikat. Jin tidak termasuk hitungannya. Karena menurut dia di bumi ini segalanya berpasangan. Dia sudah berguru ke sembilan penjuru mata angin. Semua perguruan itu mengajarkan hal sama tentang adanya hukum alam semesta perihal berpasangan.
Jin pasangannya apa, teriaknya. Hingga sang guru besar dari setiap penjuru mata angin turun tangan menegur Ki Bewok.
Aneh Ki Bewok tak bergeming. Sampai akhirnya setiap guru besar terpancing emosinya. Namun Ki Bewok serta merta paham jurus tak ada jawaban. Jadi pemenangnya tentu yang punya pertanyaan. Maka rontoklah semua guru besar bertarung dengan Ki Bewok, paling banter 3 jurus sudah menyerah.
Ki Bewok bingung sendiri ketika para guru besar mengaku kalah dan bersujud kepadanya.
"Kalau kalian sebagai guru besar bersujud kepadaku, lha aku ini bergelar guru apa?" Selorohnya, sambil tersenyum sinis menikmati kemenangan sambil mulai merasakan ngilunya kesombongan.
"Engkau maha guru", teriak salahsatu guru besar. Ki Bewok langsung melotot,
"Kalau begitu apa bedanya aku dengan kalian? Geramnya, "Kalian sudah kelewatan, sudah bagus disebut guru masih ingin nambah dengan sebutan besar".
"Kami tak memintanya, gelar itu diberi masyarakat", kata para guru besar seperti koor.
"Iya selama ini juga ga ada yang meminta dipuji, tapi menikmatinya", kata Ki Bewok sambil melangkah pergi.
Diam-diam Ki Bewok miris. Setiap kali dia bangga karena pujian, Suara yang sering menggangunya selalu mendahuluinya.
Maka Ki Bewok harus segera menghindar. Mengembara lagi agar bisa menangkap suara itu. Mencari guru lagi. Padahal untuk bertemu guru besar dari sembilan mata angin itu Ki Bewok sudah menjual seluruh perbekalannya.
Yang paling nyesek dia sudah menjual harga dirinya. Untuk bertemu para guru besar itu kan tidak hanya harus ngasih saweran pada kroni-kroninya, tapi juga harus menjadi murid yang taat, alias menjilat.
Gelo siah, dengus Ki Bewok, sembari terus melangkah. Seandainya dia tak penasaran dengan suara yang selalu mengganggunya itu, dia sudah menghentikan perjalanannya.
Suara itu selalu mempertanyakan kemanusiaannya saat dia menghentikan perjalanan. Anehnya suara itu tak terdengar kalau Ki Bewok sedang asek berguru. Tenggelam dalam perbincangan-perbincangan tentang kebenaran-kesalahan dan riwayat para pendekar di masa lalu. Sampai Ki Bewok tertidur bosan. Letih dalam perkelahian teori yang tak ada habisnya.
Kalau sudah seperti itu Ki bewok selalu bermimpi sedang mengejar suara itu dalam ruang hampa. Suara itu sering menjelma dalam mimpinya. Ki Bewok pernah menantangnya berkelahi, capek mengejarnya.
Bayangan itu malah mentertawakannya,
"Kau tak akan bisa mengalahkanku", katanya.
"Mengapa?" Tantang Ki Bewok.
"Karena ilmuku sama denganmu. Peresis", kata suara itu sambil tersenyum simpul.
"Gelo siah. Dasar tukang kopi paste!" Bentak Ki Bewok.
Suara itu tertawa nikmat lalu menghilang, karena Ki Bewok terbangun oleh bentakannya sendiri.
Suara itu selalu begitu, datang dan pergi seperti sengaja bikin penasaran. Makanya Ki Bewok mencari guru yang bisa membuatnya bisa menangkap suara itu. Ilmu yang selama ini sudah diukuasainya dan belum menemukan lawan tandingnya tak mempan mengejar suara itu. Suara itu seperti bumi yang bisa menyedot kemampuan Ki Bewok. Semakin diserang semakin kuat larinya.
Ki Bewok harus mencari jurus lari yang tiada bandingnya. Sekarang ini Ki Bewok baru menemukan ilmu segala sesuatu berpasangan. Ini ilmu yang sudah sah banget. Sudah sangat universal sampai terkaing-kaing.
Ki Bewok kadang lupa dirinya sendiri belum punya pasangan. Dia sibuk mengejar suara itu sampai sepertinya mulai yakin kalau suara itulah pasangannya.
"Mengapa kau mencari sesuatu yang tak pasti?" Tanya ibundanya, ketika Ki Bewok mau kabur dari kerajaan.
"Kalau ada yang tak pasti, berarti ada kepastian, Bunda", kata Ki Bewok menunduk. Betapa tak beraninya dia beradu tatap dengan wanita sesuci ibunya dalam memberikan kasih sayang.
Ki Bewok tahu ibunya tidak pernah menitikkan air mata meski derita sepenuh jiwa. Menjadi istri ke 100 seorang raja dari kerajaan besar sepertiga dunia tidak lah mudah. Apalagi ibunya adalah istri yang direbut raja dari prajurit setia kerajaan. Lalu sang raja menyesal karena mengumbar sahwatnya sampai 100.
Ibundanya punya hak sebagai istri raja, tapi seperti buangan kerajaan. Tidak mudah berada di posisi tinggi seperti itu, tapi dianggap tidak ada. Namun ibunya begitu tegar menghadapi semua itu. Sang prajurit, suaminya yang dulu memang loyalis raja tanpa sarat.
"Kau kelak akan menjadi raja", kata ibunya suatu hari.
"Aku tak mungkin jadi seorang raja", kata Ki Bewok. Dia tahu ada seorang putera dari permaisuri pertama yang berhak atas tahta.
Ibunya tersenyum,"Kau pikir kerajaan yang ibu sebut kerajaan ayahmu yang 1/3 dunia ini. Apanya yang hebat?"
Ki Bewok terhenyak, baru kali ini ibunya memperlihatkan ambisinya. Tapi ibunya kemudian mengekeh. Lalu memegang pundak Ki Bewok.
"Kau pasti mampu menjadi raja seluruh dunia", kata ibunya.
Ki Bewok makin kaget.
"Kerajaan itu dirimu sendiri," sambung ibunya. "Itulah kerajaan paling besar sebenarnya. Jarang para raja bisa menguasai daerah itu. Ayahmu juga tak mampu. Dia sudah berhenti di angka 100".
Baru Ki Bewok mengerti.
Setelah itulah suara yang selalu menegurnya kalau dia menghentikan perjalanan, selalu mucul menghantuinya. Ki Bewok sekarang sedang mencari guru agar bisa menangkapnya.
Comments