Usia tidak berbanding lurus dengan kelemahan. Di usia tua, kita merasa lemah karena memperoleh persepsi dari ilmu pengetahuan tentang kesehatan. Ilmu kesehatan cenderung berdasar pada kalkulasi materi atau diukur berdasarkan standar kesehatan tubuh. Segala sesuatu dituntut memiliki data yang kasat mata.
Persepsi ilmiah ini kemudian menjadi sugesti yang kita bawa dalam perjalanan hidup di dunia.
Namun, perjalanan ini bukan sekadar perjalanan tubuh atau materi yang dapat menempati ruang dan termakan waktu. Akan tetapi, perjalanan ruh yang menggerakkan tubuh, yang membuat mata dapat melihat, telinga dapat mendengar, kita dapat merasakan, dan seterusnya.
Tubuh
Mereka yang menganut agama Islam diyakini hidup di dunia seperti pengembara. Orang yang sedang bepergian. Atau yang lebih tepat disebut ruh yang sedang berpindah. Ruh menggunakan tubuh hanya sebagai wahana.
Tubuh memang memiliki tanggal kedaluwarsa. Meskipun melalui fase yang panjang, tubuh jelas berasal dari tanah, dari apa yang dimakan orang tua kita. Kemudian ia akan kembali ke tanah, ke asalnya.
Begitu pula dengan keberadaan manusia pertama di muka bumi. Meski ada persepsi yang berbeda tentang proses penciptaan manusia. Semua orang percaya bahwa kehidupan berasal dari tanah.
Jiwa
Sementara itu, kita melupakan jiwa sebagai penggerak. Padahal, seperti kata Plato, ia abadi dan tetap luar biasa.
Mendalami makna puasa dengan wawasan ini akan membuat kita berbeda. Setidaknya puasa kita bukanlah puasa anak kecil yang menunggu waktu berbuka. Lalu, saat waktu berbuka tiba, ia bagaikan hewan lapar yang melahap segala jenis makanan.
Selama puluhan tahun, kita berpuasa karena kewajiban, seolah-olah itu adalah pengalaman eksperimental. Sekenyang apa pun kita saat sahur, atau seenak apa pun menu agar tidak cepat lapar, kita tetap akan lapar di siang hari.
Apakah ini sebuah pelajaran?
Tuhan tidak hanya ingin kita menikmati berbuka, karena kenikmatan itu hanyalah kenikmatan jasmani. Hewan pun merasakan kenikmatan tersebut.
Hewan dan tumbuhan yang berpuasa
Hewan dan tumbuhan juga berpuasa dengan berbagai cara. Misalnya, ayam yang mengerami telurnya.
Puasa bagi hewan dan tumbuhan hampir sama dengan regenerasi. Untuk mengganti kulitnya, ular berhenti makan. Pohon menggugurkan daunnya untuk menumbuhkan daun baru.
Bagi manusia, puasa dapat menjadi kegiatan detoksifikasi atau pengeluaran racun dari dalam tubuh. Itulah rangkaian ibadah yang dimaksud dalam agama. Hakikatnya berkaitan erat dengan kesejahteraan. Baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.
Puasa bersifat Universal
Dengan demikian, puasa bukan hanya ibadah umat Islam. Akan tetapi, puasa dapat dilakukan oleh siapa saja yang peduli terhadap kesehatan jiwa dan raganya. Makanan yang kita konsumsi meskipun baik, juga mengandung potensi lain.
Makanan dapat menjadi buruk karena cara mendapatkannya yang salah. Misalnya, makanan yang dibeli dengan uang hasil korupsi. Dengan uang sebanyak itu, kita bisa mendapatkan makanan yang memiliki kandungan gizi yang baik.
Namun, makanan tersebut telah diresapi dengan hal-hal yang negatif. Tidak ada orang yang korup yang dapat merasa tenang. Setiap orang yang melakukan kesalahan akan merasa gelisah. Kegelisahan ini telah menjiwai setiap makanan yang dikonsumsinya.
Maka, tidak heran jika ada orang yang berbadan sehat tetapi justru menderita penyakit berat. Orang yang mengonsumsi makanan sederhana, cenderung kurang gizi, lebih sehat.
Jadi bagi orang yang sudah mengonsumsi makanan dari sumber yang baik, puasa hanya membersihkan sisa racun yang mungkin terbawa dalam makanannya.
Selain tubuh, jiwa juga perlu mendapatkan gizi yang baik.
Comments