Sehari sebelum peristiwa kebakaran di kota Los Angeles, California kabarnya presiden terpilih Amerika mengeluarkan pernyataan ini,
Lalu kita mengatakan kebakaran di Los Angeles itu murka Allah. Hukuman atas arogansi Amerika karena bantuannya kepada Israel untuk menyerang Gaza. Kenapa ga langsung ke Israel?
Antara presiden Trump dan Malaikat
Dulu malaikat, pernah memperingati tuhan. Kalau tuhan menciptakan manusia, maka manusia akan menumpahkan darah.
Eh, ternyata benar. Manusia sampai punya 2 jilid perang dunia. Malah masih mungkin ada jilid ke-3 karena ada yang sesumbar, Si vis pacem, para bellum. ''Jika kamu menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk perang''.
Apakah peringatan sang presiden kepada hamas ini sehebat malaikat? Sehingga tuhan merasa perlu mendahului Trump membuat kebakaran di Los Angeles? Semata-mata untuk menghentikan Mr. Presiden agar urung membuat neraka di timur tengah?
Sehebat itukah Mr. Trump di mata tuhan? Sampai tuhan tega menyengsarakan 82.400 orang untuk dievakuasi masal?
Kita tidak tahu. Yang kita tahu, Tuhan tidak minta pertanggujawaban seorang pribadi untuk ditanggung secara masal.
Kullu nafsim bimÄ kasabat rahÄ«nah, setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.
Yang kita tahu apapun namanya bencana, baik karena perang maupun kejadian alam, korban bencana itu tetap menderita. Perasaan yang sama kita rasakan ketika mengalami hal itu.
Kita Bukan Hakim
Betapa beraninya kita menjadi hakim untuk menjustifikasi kebakaran di Los Angeles. Menghakimi dan menghukum itu jelas bukan hak kita. Kita tak berhak memakai pakaian yang maha adil.
Lebih pilu memakai pakaian tuhan ketimbang menderita karena bencana. Kita tahu bagaimana nasibnya orang-orang yang sombong.
Mirip psikopat. Dia bisa menipu dengan menyamar sebagai apa saja. Boro-boro kelihatan sakit, malah segar bergairah. Bahkan semangatnya berkobar, karena api sedang melalap habis amal ibadahnya. Sampai ludes.
Maka selama tanduk itu belum tumbuh, perbuatan kita yang jelas salah pun kita anggap shahih. Karena kita merasa bukan golongan makhluk bertanduk dua itu.
Selama ini kita tertipu setan dalam imajinasi kita. Karena setan seperti itu berhasil difilmkan dalam bentuk beraneka ragam. Tahayul tentang setan ternyata jadi ribuan dolar. Malah mulai kita yakini setan itu sebentuk makhluk bertanduk dua dan bersayap runcing seperti sayap kelelawar.
Jangan lupa selain sombong setan juga telah disertifikasi sebagai penipu. Kalau tuhan sudah memberi gelar seperti itu, makhluk ini benar-benar master. Bukan penipu abal-abal, walaupun penipu kelas dunia macem Charlez K Ponzi.
Setan menipu bukan butuh pulus dia butuh teman untuk reuni di neraka. Jadi dia penipu kelas langitan. Bagi dia mah cetek kalau harus menipu karena dolar. Gampang ketahuan, makanya sudah dia delegasikan kelas penipu recehan gitu mah ke manusia. Biar ditangkap kpk.
Setan sudah bermain tipu-tipu di kelas akhirat. Orang bisa merasa paling sholeh padahal sedang pamer kesholehannya. Terlalu mudah bagi setan membuat kita tidak sholat atau jadi komunis.
Mengeksplorasi Setan
Cukup memolesnya biar berlumur ria, biarpun itu seupil, tapi seperti kebakaran di Los Angeles yang ditiup angin santa ana bisa menghanguskan segalanya.
Imajinasi setan serem bertanduk mending dieksflorasi jadi film, yang menyerap jutaan tenaga kerja dari seluruh dunia. Seperti industri film Hollywood. Biar punya kota yang berbudaya modern. Menghamparkan hunian gemerlap seperti Malibu dan Pacific Palisades.
Kebakaran di California adalah bencana kemanusiaan. Kecualu kita tidak menderita lantaran dendam dan mengklaim tuhan sedang berada di pihak kita.
Empati yang sejak lahir berada dalam jiwa kita tiba-tiba ikut terbakar. Padahal telah terbukti kepiluan masyaraka LA terasa juga oleh kita. Perasaan seperti itu tak pernah beda antara yang gemerlap dan yang muram.
Kita tak bisa memaksa aplikasi bawaan itu hilang dari diri kita. Dia telah menjadi bagian dari operasi sistem tubuh kita. Bahkan alam semesta, kecuali OS bajakan.
Gencatan Senjata
Tiba-tiba ada kabar Mr. Trump memaksa Israel melakukan gencatan senjata di Gaza. Seperti pahlawan kesiangan. Setelah begitu keras dendam dibalas dendam. Setelah begitu beringas manusia menjadi hakim dan melakukan eksekusi. Sehingga ribuan rakyat Palestina jadi korban.
Begitu rentannya manusia memikul keadilan. Begitu susahnya mereka keluar dari belenggu keyakinan, yang dari dulu membuat mereka saling bunuh atas nama tuhan.
Tak ada yang bisa menghentikan penderitaan atas dendam ini kecuali mulai berani meyakini, kalau tuhan bukan milik kita sendiri. Tapi jiwa dari kehidupan ini, jiwa dari setiap diri.
Satu jiwa yang rahman dan rahim atau apapun istilahnya. Yang jelas zat ini tidak suka kerusakan. Keragaman penampakan yang dia ciptakan adalah kerajaannya.
Kehendak bebas manusia bukan untuk kreatif saling bunuh. Tapi untuk bahu membahu membangun kerajaannya yang menyatu membangun surga dunia.
Bertubi-tubi pelajaran tentang nafsu merasa benar dan penuh dendam diperlihatkan tuhan. Penuh derita, tangisan yang berulang. Sedu sedan itu ga pernah membuat kita kapok. Dendam dibalas dendam. Lingkaran setan yang menggerus kemanusiaan dan menggunting sampai bongsai keyakinan kita.
Mudah-mudahan gencatan senjata terjadi selamanya dan memberi peluang bagi jiwa-jiwa yang melarat menemukan tuhannya yang damai. Kembali menjadi manusia dan menyirami kemanusiaannya yang sudah lama gersang.
Rosul pernah mencontohkan begitu pentingnya perdamaian. Perjanjian Hudabiiyah yang isinya banyak merugikan pihaknya, tanpa ba bi bu segera ditandatanganinya. Perdamaian lebih membuka peluang dawah untuk menyampaikan kebenaran tanpa tekanan. Sejarah sudah membuktikannya.
Comments