Kalau ga percaya lihat aja di film, Red Planet, 2012, Doom, Armagedon dan banyak lagi. Mereka juga wara-wiri di dalam mimpi seperti di film Inception.
Para seniman lebih duluan ada di tempat-tempat yang baru dipikirkan kelompok manusia lain. Bahkan wilayah ghoib setabu apapun. Mereka ga bisa dicegah ngobok-ngobok dunia dan akhirat.
Kalau menghidupkan masa lalu mah cetek. Mahluk jurassic bisa hidup kembali dari ide soal dna. Kloningan bisa dibikin abrakadabra secepat burak. Para sineas memang khas manusia.
Kebebasannya tiada dua. Firaun dan Musa saja beti, beda tipis, Firaun merasa apapun juga miliknya. Sedangkan Musa merasa tidak memiliki apa-apa.
Kebebasan manusia seperti ini pernah dijadikan alasan oleh iblis untuk tetap julid. Iblis bilang, adam dan baninya akan menumpahkan darah kalo diciptakan.
Wew, ah, mentang-mentang ga berdarah nuduh yang lain berdarah-darah. Darah itu merah jenderal.
Jangan-jangan iblis juga seniman. Kok bener yah hayalannya tentang manusia yang suka menumpahkan darah?
Masa pepatah ucapan itu doa jadi berubah hayalan itu dikabulkan?
Hayalan itu kan mikir juga, mau ngayal setinggi syurga apa, mesti dibuat rancang bangunnya. Ga brojol begitu aja. Kalau yang sukanya instan jadi hayalanmah pecandu obat-obatan. Begitu nyadar ngamuk. Ternyata syurga ada di telapak kaki ibu.
Film Horor Psikologis
Film The Substance menjadi luar biasa karena bukan sekedar imajinasi para seniman film. Tapi jauh merambah dunia religi yang tersirat. Seperti gemas menghukum manusia, yang nafsunya susah dicegah sebelum kena batunya dulu.
Sayangnya di awal penuh adegan telanjang, walau tidak erotis. Tapi bisa bikin pikiran mumet nuduh film xxx. Entah bagaimana caranya badan sensor mengedit adegan awal ini, agar pesan moral film ini tetap sampai.
Anggap sajalah kita sudah mumet juga sama tayangam triple x di internet. Jadi ngapain pesan tiket kalau mau nonton film gituan di bioskop.
Pura-pura saja kita ini sang bijak yang bersimpuh pada kenyataan hidup. Bahwa dibalik tayangan erotis ada kealiman yang kegenitan. Masa harus mengulang pelajaran, kalau kebenaran tak bernilai bila tak hadir kesalahan.
Atau nonton dulu wayang menunggu batara kresna mengatakan, Kebenaran dan kesalahan akan seimbang karena keduanya akan menyalakan cahaya.
Menyoal kesalahan atau dosa, bisa panjang jadi dongeng adam. Kan karena dosa dia sama eva berduaan makan buah khuldi, maka kita pada hadir di kolong langit ini.
Whadoh, The Substance filmnya masih bisa kita tonton di internet karena hari ini udah ga tayang di bioskop.
Lha dongeng adam gimana ceritanya udah jadi bahan komplan iblis pada tuhan, sebelum adam diciptakan.
Masa harus juga ngakak seperti mendengar pernyataan, bahwa Columbus penemu benua Amerika. Itu orang Indian penduduk asli benua Amerika mau dianggap properti.
Jadi film The Substance yang harus merogoh filsafat sejarah bani adam ini masih bisa dicari jejak emosi dan sejarahnya. Sejarah yang tanpa jejak udah pada tahu tanpa emosi.
Sengaja disibukkan dengan hapalan. Biar ga kritis dan membungkam saksi sejarah. Apalagi dikacaukan penguasa. Mampus didengerin sambil ngorok.
Tapi The Substance menjadi saksi sejarah nafsu manusia yang ga berubah, ga perlu update. Siapa coba yang ga mau hidup di syurga? Bukankah disana dijanjikan ga akan tua?
Tokoh Elisabeth yang dimainkan Demi Moore sebuah sample yang mewakili semua manusia. Pengen tetap muda penuh gairah itu persoalan psikologis. Ditambah ketakutan menjadi tua.
Asli Horror.
Apa bukan persoalan psikologis kalau orang rajin beribadah ingin masuk syurga? Coba apa bedanya dengan Elisabeth yang ketika mudanya seperti hidup di syurga? Lalu ketika mulai keriput dia khawatir surganya lenyap?
Sama-sama ketakutan karena syurga dan ingin tetap muda, cuy.
Tapi kabarnya rame-rame film The Substance disebut bergenre body horror. Bebaslah gimana seniman.
Nafsu Biologis Manusia
Apa yang diceritakan The Substance sebenarnya tidak rumit harus berfilsafat ria. Sangat terang menggambarkan nafsu si raja julid. Iblis.
Karena iblis sudah dijamin hidup sepanjang manusia masih ada, nafsu tentu terus berkobar. Terbukti kan ga ada yang pernah puas dengan barang yang satu ini? Kecuali sang bani adamnya koit.
Ketika sebuah suntikan serum dari pasar gelap bernama substance, bisa mengkloning kita jadi lebih muda dalam hitungan jam. Siapa yang ga tergoda?
Pengen tetap awet muda apa bukan nafsu? Gairah itu, cuy, ga bisa lumer dimakan usia. Coba tengok kalau aki-aki dan nini-nini pada reunian. Whuih pada bangga saat mereka belia.
Yang dulunya imut-imut bisa mendadak amit-amit. Mau clbk juga sapa takut, pokoknya maju perut pantat mundur.
The Substance bukan sekedar mengobral body bohay. Tapi membidik nafsu yang umum terjadi pada manusia itu. Keinginan tetap muda kulit kenceng penuh gairah.
Tambah mabuk saat ketenaran dan segala macam pencapaian hinggap juga saat itu. Apa ada yang masih bisa sadar dalam masa keemasan seperti itu?
Lalu merenung dengan takjim dan bertanya, makhluk apa yang hidup dalam laknat tuhan tapi dikabulkan hidupnya awet?
Pesan yang inspiratif
The Substance kreativitas visualnya makin menggila, kloningan yang tadinya hanya ingin membuat paras menjadi muda. Tiba-tiba memusuhi raga aslinya yang tua.
Serum dari substance walau hanya bisa dibeli dipasar gelap, tapi tetap punya aturan. Ini serum kloningan paling imajinatif. Disamping reaksinya cepat, serum ini bisa membuat tubuh manusia seperti amuba, bisa membelah diri.
Si pemakai jadi ada dua yang tua dan yang muda. Keduanya hidup bergantian mengikuti aturan.
Namun apa jadinya kalau keduanya mulai berbeda kepentingan. Jiwa yang sama namun mulai berkelahi. Mulai sama melanggar aturan sang pembuat serum. Nafsu memang ga bisa berhenti dengan keinginan alakadarnya.
Film The Substance memang satir. Bahkan seperti film jenaka. Film yang mentertawakan perilaku kita akibat terbawa nafsu.
Tapi film ini ga sedang khotbah hingga ngantuk tentang bahanya nafsu. Malah dengan bengis menjelmakannya dengan jelas.
Sama sekali tidak mempromosikan iblis yang ghoib, justru menampilkannya dengan kreatif bagaimana rupa iblis. Bagaimana dia bisa menjelma.
Bagaimana nafsu itu akhirnya merugikan, paling banter hanya untuk sebuah nama. Seperti prasasti, sebuah data yang akan lapuk, meski dipahat di sebuah batu pualam. Nama akhirnya sebuah kenangan kejayaan.
Hanya itu.
Comments