"Ratu Adil tentu mungkin ditafsirkan sebagai kembalinya setiap pribadi bangsa besar ini ke dalam jiwanya sendiri yang stabil dan transendental"
"Itulah pemimpin yang sebenarnya"
Kebohongan saja bila diperdengarkan setiap hari, akan diam-diam merubah kebenaran menjadi sekedar konsep tak berkutik. Kebohongaan segera menjadi liar dan kebenaran terpapar pasrah.
Jadi inilah efek ilusi kebenaran seperti yang disampaikan psikolog Lynn Hasher, David Goldstein dan Thomas Topping pada tahun 1977 di Temple University. Mereka mengadakan studi yang melibatkan sekelompok mahasiswa untuk mengevaluasi validitas suatu pernyataan.
Kelompok mahasiswa itu diberi 60 daftar pernyataan yang benar dan beberapa ada yang salah. Mereka diminta menilai seberapa yakin masing-masing pernyataan itu benar atau salah. Dua minggu kemudian kelompok mahasiswa diberi lagi 60 daftar pernyataan dan 20 diantaranya merupakan pernyataan yang diajukan minggu lalu. Hal yang sama dilakukan dua minggu berikutnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa itu tetap stabil terhadap kebenaran pernyataan yang tidak diulang. Tapi untuk pernyataan yang diulang penilaian mereka berubah. Ternyata kelompok mahasiswa itu menilai pernyataan valid ketika mereka telah terpapar informasi tersebut berkali-kali. Pengulangan dapat memengaruhi persepsi kebenaran.
Ramalan Jayabaya
Salah satu ramalan Jayabaya yang paling populer di masyarakat indonesia tentang akan datangnya ratu adil. Ramalan-ramalan itu tersebar dalam 20 kitab yang diketemukan tahun 1618-1743. Tahun dimana Belanda dengan kongsi dagangnya Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) mulai mencengkram tanah jawa.
Jangka Jayabaya atau ramalan Jayabaya tidak ditemukan ditulis oleh Jayabaya sendiri seperti dikutip dari tulisan R. Tanoyo dalam "Rahasia Ramalan Jayabaya dan Kitab Musarar" (1995). Tulisan yang dianggap paling tua dan asli ditulis oleh Sunan Giri Prapen dalam kitab Asrar tahun 1618 Masehi atau tahun 1540 Saka.
Menurut Ir. Wibatsu Harianto Soembogo atau RW Radyo Soembogo dalam bukunya “Kitab Primbon Quraisyn Adammakna: Serat Jangka Jayabaya”, Kitab Asrar inilah sumber pertama yang dijadikan rujukan, sumber inspirasi, bahan kutipan serat jangka Jayabaya.
Sedangkan yang pertama kali menulis Serat Jangka Jayabaya, adalah Pujangga keturunan Sunan Kalijaga, yaitu Pangeran Wijil I (Pangeran Kadilangu II) pada tahun Saka 1666-1668 atau 1741-1743 masehi.
Jayabaya Seorang Raja
M. Fatkhan dalam "Sosok Ratu Adil dalam Ramalan Jayabaya" (Refleksi, 2019) menuliskan, bahwa ramalan Jayabaya merupakan kisah turun temurun dari nenek moyang yang tersebar di masyarakat. Kisah itu sudah jauh dari sumber aslinya.
Nama Jayabaya hanyalah simbol pada karya para pujangga tersebut untuk mendapatkan popularitas. Karena Jayabaya adalah salah seorang raja besar kediri yang berkuasa antara 1135 sampai 1157 Masehi. Kerajaannya berada di Dahanapura, Kediri, Jawa Timur.
Prabu Jayabaya bergelar Sri Maharaja Sang Mapanji Sri Warmeswara Madhusudanawartanindita Parakrama Digyottunggadewa.
Jayabaya berhasil memperluas wilayahnya hingga ke Kalimantan dan Kerajaan Ternate. Disamping wilayah kekuasaannya amat luas , kerajaan yang lebih dikenal dengan nama Panjalu itu juga punya armada laut yang sangat kuat.
Kerajaan Panjalu dalam kronik Tiongkok dari dinasti Song disebut sebagai Pu-chia-lung. Tertulis dalam kitab geografi pada abad ke-12 yang berjudul Ling-wai-tai-ta, yang ditulis oleh seorang birokrat dari kota Guilin, provinsi Guanxi bernama Chou Ch'u-fei.
Kronik adalah kejadian dari waktu ke waktu yang dicatat secara singkat.
Selain Jayabaya dikenal sebagai raja yang bijaksana dan mempunyai kekuasaan yang besar, di zaman pemerintahan beliau kisah Mahabharata berhasil diterjemahkan oleh pujangga Mpu Sedah dan Mpu Panuluh.
Seandainya ramalan Jayabaya itu memang ditulis oleh Prabu Jayabaya tentu kedua pujangga itu menyebutkan karya tulis milik Jayabaya dalam kitab-kitab mereka seperti Kakawin Bharatayuddha, Kakawin Hariwangsa, dan Kakawin Gatotkacasraya.
Bahkan menurut guru besar dalam bidang international di Universitas Leiden, Bernard H.M Vlekke dalam buku Nusantara: Sejarah Indonesia (2017), Sama sekali tidak ditemukan catatan bahwa Prabu Jayabaya pernah membuat ramalan.
Ramalan dan Harapan
Jayabaya jelas tokoh legendaris dalam sejarah kerajaan Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keterkaitan namanya dengan jangka jayabaya sangat bisa dimaklumi mengingat jangka jayabaya mulai ditemukan di tahun-tahun VOC masuk ke pulau Jawa.
Ramalan Jayabaya adalah bagian dari tradisi lisan dan cerita rakyat Jawa. Nubuatan ini telah diturunkan dari generasi ke generasi dalam bentuk syair dan cerita, dan seringkali dikaitkan dengan warisan mistik dan budaya Jawa, Indonesia.
Nubuatan tersebut ditulis dengan bentuk tembang asmaradana atau puisi tradisional Jawa, sehingga mengandung pesan samar dan simbolis tentang masa depan Jawa dan dunia. Semua orang bisa menafsirkan nubuatan ini dengan cara yang berbeda-beda.
Harapan tentang datangnya Ratu Adil sering terkait dengan periode harmoni dan keseimbangan. Sebuah pemberontakan batin dan sangat imjinatif menjadi karya sastra yang terbuka untuk ditafsirkan dengan bebas.
Atau yang ditimbulkannya benar-benar merupakan simbol dari sebuah harapan. Penyebutan Ratu adil yang bergender wanita memang merujuk hati nurani, yang selalu penuh pertimbangan disaat raga begitu jelas memperlihatkan kejantannannya untuk berkuasa.
Sebutan Ratu Adil atau raja adil lebih mengarah pada semangat humanisme. Sangat mungkin ditujukan pada penguasa yang memiliki kekuasaan lebih luas dari sekedar wilayah nusantara atau dunia. Sebuah kekuasaan yang harus ditaklukan lebih dulu sebelum sang ratu menjadi penguasa alam semesta.
Seorang pemimpin yang adil tidak mungkin muncul dari orang yang tidak cerdas menguasai dirinya. Bila alam semesta kecilnya itu porak poranda, apa yang bisa dia lakukan untuk alam semesta yang lebih besar?
Ratu Adil tentu mungkin ditafsirkan sebagai kembalinya setiap pribadi bangsa besar ini ke dalam jiwanya sendiri yang stabil dan transendental.
Itulah pemimpin yang sebenarnya.
Comments