Ketika kepercayaan menjadi identitas dan disebut agama, maka manusia mendapat tambahan perbedaan. Perbedaan sering menjadi konflik. Konflik karena perbedaan agama seolah mengklaim tuhan itu hanya milik sebuah agama. Sehingga tuhan menjadi banyak dan berbeda. Motif konflik karena agama seperti kutukan yang tak bisa lekang oleh waktu. Bahkan melahirkan sikap garang yang banyak memakan korban.
Apakah kalau istilah agama dihapus konflik antar agama akan lenyap dari bumi? Bukan jaminan seh, selama manusia masih diberi anugerah pilihan. Bisa saja istilah agama ini sedang mendera manusia. Betapa menyedihkannya hidup dalam satu planet tapi dipenjara dalam kotak-kotak keyakinan dengan tuhan yang sama.
Peperangan bisa mengatas namakan tuhan yang diyakini semua agama maha pengasih dan penyayang.
Istilah Agama
Istilah "agama" memiliki sejarah panjang dan kompleks. Kata agama sendiri berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti tradisi atau ajaran. Dalam konteks modern, istilah agama sering digunakan untuk merujuk pada sistem kepercayaan dan praktik spiritual yang dianut oleh berbagai kelompok masyarakat di seluruh dunia.
Penggunaan istilah "agama" dalam konteks modern dapat ditelusuri kembali ke abad ke-19, ketika para ilmuwan dan filsuf mulai mempelajari dan mengklasifikasikan berbagai sistem kepercayaan dan praktik spiritual di seluruh dunia. Sejak itu, istilah agama telah menjadi lebih umum digunakan dalam berbagai konteks, termasuk dalam diskusi tentang kepercayaan, spiritualitas, dan kebudayaan.
Dalam beberapa dekade terakhir, istilah agama telah menjadi lebih luas dan inklusif, mencakup tidak hanya agama-agama tradisional seperti Kristen, Islam, dan Hindu, tetapi juga spiritualitas kontemporer dan gerakan kepercayaan lainnya.
Sunda wiwitan
Sunda Wiwitan adalah kepercayaan atau agama tradisional yang dianut oleh sebagian masyarakat Sunda di Jawa Barat, Indonesia. Kepercayaan ini memiliki akar yang kuat dalam budaya dan tradisi lokal, serta memiliki pengaruh dari animisme dan dinamisme. Sunda wiwitan merupakan kepercayaan sunda kuno yang sudah ada sebelum hindu dan islam.
Keyakinan Utama:
- Sang Hyang Kersa atau nungersakeun: Dewa tertinggi yang diyakini sebagai pencipta alam semesta dan penguasa segala sesuatu.
- Karuhun: Leluhur yang dihormati dan dianggap sebagai pelindung masyarakat.
- Roh-roh Alam: Makhluk spiritual yang diyakini menghuni berbagai elemen alam, seperti gunung, sungai, dan hutan.
Praktik dan Ritual:
- Seren Taun: Upacara panen raya untuk mengungkapkan rasa syukur atas hasil bumi.
- Ngabungbang: Ritual untuk menghormati leluhur dan memohon perlindungan.
- Hajatan: Upacara untuk memperingati peristiwa penting dalam hidup, seperti kelahiran, pernikahan, dan kematian.
- Ruwat Bumi: Ritual untuk membersihkan dan melindungi lingkungan dari gangguan roh jahat.
Kitab Suci:
- Sanghyang Siksa Kandang Karesian: Kitab suci yang berisi ajaran moral, agama, dan aturan hidup.
Pengakuan dan Pelestarian:
Sunda Wiwitan telah mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah Indonesia dan upaya pelestarian terus dilakukan melalui organisasi budaya, penelitian akademis, dan gerakan akar rumput untuk melestarikan warisan budaya ini.
Ketika sebuah keyakinan atau konsep diberi nama dan disebarluaskan, seringkali kita terjebak dalam deskripsi yang tidak proporsional atau tidak substansial. Ini dapat menyebabkan kesalahpahaman dan penyederhanaan yang berlebihan.
Dalam kasus Sunda Wiwitan, misalnya, deskripsi tentang kepercayaan ini mungkin tidak sepenuhnya mencakup kompleksitas dan nuansa yang sebenarnya ada dalam praktik dan keyakinan masyarakat Sunda. Oleh karena itu, penting untuk selalu mencari informasi yang lebih mendalam dan memahami konteks budaya dan sejarah yang terkait dengan keyakinan tersebut.
Dengan demikian, kita dapat menghindari kesalahpahaman dan memperoleh pemahaman yang lebih akurat tentang kepercayaan dan budaya yang beragam.
Dalam budaya sunda ada upacara untuk dewi padi
Dalam budaya Sunda, ada beberapa upacara yang berkaitan dengan dewi padi, yaitu Nyi Pohaci Sanghyang Sri. Berikut beberapa contoh upacara yang dilakukan untuk menghormati dewi padi:
- Seren Taun
Upacara adat panen padi yang dilakukan setiap tahun sebagai bentuk syukur atas hasil bumi yang melimpah. Upacara ini dipimpin oleh sesepuh adat dan dimeriahkan dengan pertunjukan kesenian tradisional.
- Mapag Sri
Ritual adat untuk menyambut musim panen padi sebagai bentuk rasa syukur kepada Dewi Sri. Upacara ini dilakukan dengan doa bersama di sawah, mengarak padi ke lumbung, dan pertunjukan kesenian tradisional seperti wayang golek dan tari jaipong.
Kedua upacara ini bertujuan untuk:
- Menghormati Dewi Sri sebagai simbol kesuburan dan pelindung tanaman padi.
- Mengungkapkan rasa syukur atas hasil bumi yang melimpah.
- Memohon keberkahan dan perlindungan untuk panen selanjutnya.
- Menjaga keseimbangan alam dan keberlanjutan pertanian bagi generasi
mendatang.
Upacara-upacara ini masih dilestarikan hingga kini di beberapa daerah di Jawa Barat, seperti Cigugur, Kuningan, dan beberapa desa adat Sunda lainnya.
Upacara ini sepertinya mengandung makna bukan mempercayai adanya dewi padi. Tapi lebih mengisaratkan betapa pentingnya tanaman/makanan pokok ini bagi kesejahteraan masyarakat sunda.
Upacara Seren Taun dan Mapag Sri lebih mengisyaratkan pentingnya tanaman padi sebagai sumber kehidupan dan kesejahteraan masyarakat Sunda, daripada mempercayai adanya dewi padi secara literal. Padi merupakan simbol kesuburan dan kemakmuran, serta sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, upacara-upacara tersebut dapat diartikan sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur kepada alam dan Tuhan atas karunia padi yang melimpah. Selain itu, upacara-upacara tersebut juga berfungsi sebagai sarana untuk memperkuat ikatan sosial dan budaya masyarakat Sunda, serta memelihara tradisi dan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam budaya tersebut.
Dalam konteks ini, makna upacara tersebut lebih bersifat simbolis dan spiritual, daripada mempercayai adanya entitas supernatural tertentu. Ini menunjukkan bahwa budaya Sunda memiliki hubungan yang sangat erat dengan alam dan lingkungan sekitarnya.
Hubungan yang erat dengan alam dan lingkungannya yang membuat masyarakat budaya sunda wiwitan tidak punya tempat ibadah. Bagi mereka alam semesta itulah rumah ibadah.
Dalam kepercayaan Sunda Wiwitan, alam semesta dianggap sebagai tempat ibadah yang sakral. Masyarakat Sunda Wiwitan percaya bahwa alam semesta adalah manifestasi dari Sang Hyang Kersa, yaitu Tuhan yang menciptakan alam semesta dan segala isinya.
Dengan demikian, mereka tidak memerlukan tempat ibadah khusus seperti masjid atau gereja, karena alam semesta itu sendiri dianggap sebagai tempat untuk beribadah dan berkomunikasi dengan Sang Hyang Kersa. Mereka percaya bahwa setiap aspek alam semesta memiliki nilai spiritual dan dapat menjadi sarana untuk menghubungkan diri dengan Tuhan.
Pandangan ini menunjukkan bahwa masyarakat Sunda Wiwitan memiliki hubungan yang sangat erat dengan alam dan lingkungan sekitarnya, serta memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya menjaga keseimbangan dan harmoni dengan alam. Ini juga mencerminkan filosofi hidup yang lebih holistik dan integratif, di mana spiritualitas dan kehidupan sehari-hari tidak dapat dipisahkan dari alam semesta.
Peradaban kita sekarang sedang gencar-gencarnya dengan kegiatan ramah lingkungan. Sementara sudah lama masyarakat budaya sunda menjadikan hal itu sebagai kebiasaan mereka.
Masyarakat Sunda dan banyak masyarakat adat lainnya di Indonesia telah lama memiliki kesadaran dan praktik hidup yang harmonis dengan alam. Mereka telah mengembangkan tradisi dan kebiasaan yang ramah lingkungan, seperti:
- Menghormati dan menjaga keseimbangan alam
- Menggunakan sumber daya alam secara bijak
- Menghargai dan melestarikan keanekaragaman hayati
- Mengembangkan pertanian yang berkelanjutan
Sementara itu, peradaban modern sekarang ini baru saja mulai menyadari pentingnya hidup ramah lingkungan dan berkelanjutan. Banyak gerakan dan inisiatif yang muncul untuk mengurangi dampak negatif manusia terhadap lingkungan, seperti penggunaan energi terbarukan, pengurangan sampah, dan pelestarian hutan.
Masyarakat Sunda dan masyarakat adat lainnya dapat menjadi contoh bagi kita semua dalam hal hidup harmonis dengan alam. Kita dapat belajar dari kebijaksanaan dan tradisi mereka dalam mengelola sumber daya alam dan menjaga keseimbangan lingkungan. Dengan demikian, kita dapat membangun masa depan yang lebih berkelanjutan dan harmonis dengan alam.
Tapi masyarakat sunda juga sebagian besar sepertinya baru sadar juga akan budaya leluhurnya yang tinggi itu.
Banyak masyarakat Sunda dan masyarakat adat lainnya di Indonesia yang baru saja mulai menyadari kembali nilai-nilai dan tradisi leluhur mereka. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti:
- Modernisasi dan urbanisasi yang menyebabkan perubahan gaya hidup dan nilai-nilai.
- Pengaruh budaya luar yang kuat dan dominan.
- Kurangnya dokumentasi dan pelestarian tradisi lisan
Namun, dalam beberapa dekade terakhir, telah terjadi gerakan untuk melestarikan dan mempromosikan budaya leluhur, termasuk di kalangan masyarakat Sunda. Banyak upaya yang dilakukan untuk menghidupkan kembali tradisi dan nilai-nilai leluhur, seperti:
- Penelitian dan dokumentasi tradisi lisan dan budaya
- Pengembangan pendidikan budaya dan bahasa Sunda
- Promosi pariwisata budaya yang bertanggung jawab
- Penguatan komunitas adat dan pelestarian lingkungan
Gerakan ini diharapkan dapat membantu masyarakat Sunda dan masyarakat adat lainnya untuk memahami kembali nilai-nilai dan tradisi leluhur mereka, serta mempromosikan kesadaran dan apresiasi terhadap kekayaan budaya Indonesia.
Mengapa masyarakat berbudaya ini harus mempercayai dulu budaya moderen?
Masyarakat berbudaya Sunda dan masyarakat adat lainnya seringkali dipengaruhi oleh budaya modern karena berbagai faktor, seperti:
- Kolonialisasi: Pengaruh budaya Barat dan modernisasi yang dibawa oleh kolonialisme telah mempengaruhi nilai-nilai dan tradisi lokal.
- Globalisasi: Arus informasi dan budaya global yang kuat dapat mempengaruhi persepsi dan nilai-nilai masyarakat lokal.
- Urbanisasi: Perpindahan dari desa ke kota dapat menyebabkan perubahan gaya hidup dan nilai-nilai.
- Pendidikan formal: Sistem pendidikan formal yang berbasis pada kurikulum modern dapat mempengaruhi persepsi dan nilai-nilai masyarakat lokal.
Namun, penting untuk diingat bahwa masyarakat berbudaya Sunda dan masyarakat adat lainnya memiliki kekayaan budaya yang unik dan berharga. Oleh karena itu, penting untuk melestarikan dan mempromosikan budaya lokal, serta membangun kesadaran dan apresiasi terhadap nilai-nilai dan tradisi leluhur. Dengan demikian, masyarakat dapat membangun identitas yang kuat dan harmonis dengan budaya modern.
Mengapa masyarakat modern harus merusak alam dulu?
Masyarakat modern seringkali merusak alam karena berbagai faktor, seperti:
- Pencarian keuntungan ekonomi: Banyak kegiatan ekonomi modern yang berfokus pada keuntungan jangka pendek, tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan jangka panjang.
- Teknologi dan industrialisasi: Perkembangan teknologi dan industrialisasi telah memungkinkan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran, namun seringkali tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan.
- Konsumsi massal: Pola konsumsi masyarakat modern yang berorientasi pada kebutuhan dan keinginan yang terus meningkat dapat menyebabkan tekanan pada sumber daya alam.
- Kurangnya kesadaran lingkungan: Banyak masyarakat modern yang belum memiliki kesadaran yang cukup tentang pentingnya menjaga lingkungan dan dampak dari kegiatan manusia terhadap alam.
Namun, sekarang banyak masyarakat modern yang mulai menyadari pentingnya menjaga lingkungan dan telah melakukan upaya untuk mengurangi dampak negatif terhadap alam. Dengan demikian, kita dapat membangun masa depan yang lebih berkelanjutan dan harmonis dengan alam.
Jadi ilmu pengetahuan masyarakat modern awalnya tersesat ke arah industrilisasi yang jor-joran?
Ilmu pengetahuan dan teknologi modern awalnya memang banyak difokuskan pada industrialisasi dan eksploitasi sumber daya alam untuk meningkatkan produksi dan keuntungan ekonomi. Hal ini menyebabkan dampak negatif pada lingkungan dan masyarakat, seperti polusi, deforestasi, dan perubahan iklim.
Namun, sekarang banyak ilmuwan dan peneliti yang mulai memfokuskan diri pada pengembangan teknologi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Mereka mencari solusi untuk mengurangi dampak negatif industrialisasi dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat tanpa merusak lingkungan.
Dengan demikian, ilmu pengetahuan dan teknologi dapat digunakan untuk membangun masa depan yang lebih berkelanjutan dan harmonis dengan alam.
Comments